Waka DPRD Sebut Perda RTRW Tak Mengatur Batas, Tapi di Peta SHP Tanjabtim Caplok Tanjabbar

Reporter: Admin | Editor: Endi S
Waka DPRD Sebut Perda RTRW Tak Mengatur Batas, Tapi di Peta SHP Tanjabtim Caplok Tanjabbar
Peta

INFOJAMBI.COM, TANJAB BARAT - Pengesahan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah (perda RTRW) Provinsi Jambi menuai polemik pada tapal batas Kabupaten Tajungjabung Barat dan Tanjungjabung Timur pasalnya peta yang digunakan telah merugikan Tanjabbar.

Dipeta yang digunakan dalam perda RTRW tersebut merupakan peta Shapefile (SHP). SHP adalah format data vektor yang digunakan untuk menyimpan lokasi, bentuk, dan atribut dari fitur geografis.

Dlama peta SHP tampak jelas jika wilayah Tanjabbar dicaplok Tanjabtim lebih kurang berkisar 17 ribu hektare (Ha) dimana wilayah itu berada di Kecamatan Betara.

Waka DPRD Tanjabbar Ahmad Jahfar mengatakan dalam perda RTRW tersebut terdapat poin penting dan sangat kusial merugikan Tanjabbar. Poin penting itu penggunaan peta SHP yang menjadi bagian dari lampiran atas perda RTRW. Peta SHP tidak terpisah dengan Perda RTRW yang sudah disahkan DPRD Provinsi Jambi.

Baca Juga: Penetapan Perda RTRW, Waka DPRD Sebut Tanjab Barat Bakal Kehilangan 42 Sumur Migas

“Dibatang tubuh perda memang tidak ada mengatur tapal batas. Akan tetapi di peta SHP yang jadi lampiran perda RTRW dan itu tidak terpisah dari perda itu sendiri,” papar Waka DPRD Tanjabbar Ahmad Jahfar, Jumat 12 Mei 2023.

Waka DPRD Tanjabbar Jahfar menyebutkan di file SHP itu terdapat peta indikatif yang diajukan ke Kemendagri bersama dengan Perda RTRW tersebut. Dimana peta SHP tersebut sangat merugikan Tanjabbar dan memguntungkan Tanjabtim sebab sebagian wilayah dicaplok Tanjabtim.

“Kenapa peta indikatif yang dipakai. Kan ada peta definiti kita ada itu peta definitif yakni peta 2012. Pemprov tidak mau menggunakan peta itu. Kalau pakai indikatif ada sekitar 17 ribu hektare di caplok,” jelasnya tegas.

Waka DPRD Tanjabbar Ahmad Jahfar menyebutkan yang menjadi kehawatiran Tanjabbar jika disahkan Perda RTRW yang menggunakan peta SHP oleh Kemendargi dan akan menjadi pedoman atau landasan hukum Kemendagri dalam menentukan batas wilayah Tanjjabbar dan Tanjabtim

“Itu yang membuat kota khawatir dan perlu semua pihak pahami,” katanya singkat.

Waka DPRD Tanjabbar ini menyebutkan jika Perda RTRW yang menggunakan peta SHP itu berlaku makan tapal batas bergeser 17 hekatre. Dengan bergesernya itu maka sangat sangat merugikan daerah kita.

"Bentuk kezaliman dan kesewenangan wenangan Pemprov Jambi kepada masyarakat Tanjabbar,” ujarnya.

Waka DPRD Tanjabbar mengatakan Perda RTRW yang menggunakan peta Indikatif SHP tersebut yang dimana terdapat 44 sumur migas (minyak dan gas) yang sejauh ini menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tanjabbar jika disahkan akan kehilangan 42 sumur migas dan menjadi milik Tanjabtim.

“Dasar apa sebenarnya yang digunakan dalam penggunaan peta indikatif di perda RTRW. Kan ada peta definitif 2012 dan sudah disepakati menggunakan anggaran yang jumlah tidak sedikit,” ungkapnya.

Jahfar menegaskan jika pemprov tetap pada peta indikatif dan tidak meresvinya dengan peta definitif maka Tanjabbar juga akan menggunaka peta indikatif pada di Perda RTRW Tanjabbar nantinya yang akan dibahas.

“Jika setiap daerah bisa buat peta indikatif maka DPRD Tanjabbar akan buat peta indikatif juga di Perda RTRW yang akan kita bahas di DPRD Tanjab Barat” Tutupnya. (*As)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait

Berita Lainnya